Selasa, 28 April 2015

Minder

Minder sendiri adalah perasaan diri tidak mampu dan menganggap orang lain lebih baik dari dirinya. Orang yang merasa minder

cenderung bersikap egosentris, memposisikan diri sebagai korban, merasa tidak puas terhadap dirinya, mengasihani diri sendiri dan mudah menyerah. orang yang mempunyai rasa minder akan merasa lemah, kekurangan, rasa bersalah yang berlebihan, takut pada orang lain, menarik diri dari lingkung an /pergaulan, cemas menghadapi sesuatu yang baru, tidak berani menghadapi kenyataan, sukar mengambil keputusan, takut akan kegagalan.[6]

Sering kali kita lebih menghargai orang lain daripada diri sendiri. Sikap ini membuat kita menjadi "minder" dan bahkan mungkin enggan berinteraksi dengan orang lain. Tentu saja sikap "minder" akan merugikan diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Sebab kita tidak bisa membuat diri kita berharga bagi orang lain dan mendedikasikan talenta ataupun keterampilan kita bagi orang-orang di sekitar kita. Untuk mengatasi sikap minder tersebut ada satu syarat, yakni menghargai diri sendiri.

Minder adalah tipikal orang yang bermental lemah. Mental yang lemah akan merasa selalu tidak aman. Selalu gelisah dan kuatir. Karena kerja otak sudah dipenuhi dengan rasa kuatir, takut dan gelisah tanpa sebab atau disebabkan oleh hal-hal kecil, maka kerja otakpun menjadi lemah dan tidak dapat berfungsi untuk memikirkan hal-hal besar yang bermanfaat buat diri sendiri dan orang lain.

Ciri-ciri orang yang merasa minder ialah:

· Suka menyendiri.

· Terlalu berhati-hati ketika berhadapan dengan orang lain sehingga
pergerakannya kelihatan kaku.

· Pergerakannya agak terbatas, seolah-olah sadar bahwa dirinya memang
mempunyai banyak kekurangan.

· Merasa curiga terhadap orang lain

· Tidak percaya bahawa dirinya memiliki kelebihan

· Sering menolak apabila diajak ke tempat-tempat yang ramai

· Beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah

· Menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih baik.[7]

Oleh karena itu, minder harus sebisa mungkin dihindari dan dicari jalan keluarnya dalam rangka mengubah pribadi kita menuju kepribadian yg self-esteem (baca: self estiim). Suatu tipe kepribadian yang dimiliki orang
yang bisa menggapai mimpi atau suksesnya.

Penyebab perasaan minder menurut Erwin Arianto adalah:

· Saat lahir - setiap orang lahir dengan perasaan rendah diri karena pada
waktu itu ia tergantung pada orang lain yang berada di sekitarnya.

· Sikap orangtua - memberikan pendapat dan evaluasi negatif terhadap
perilaku dan kelemahan anak di bawah enam tahun akan menentukan sikap anak tersebut.

· Kekurangan fisik - seperti kepincangan, bagian wajah yang tidak
proporsional, ketidakmampuan dalam bicara atau penglihatan mengakibatkan reaksi emosional dan berhubungan dengan pengalaman tidak menyenangkan sebelumnya.

· Keterbatasan mental - membawa rasa rendah diri saat dilakukan perbandingan dengan prestasi tinggi dari orang lain.

· Kekurangan secara sosial - keluarga, ras, jenis kelamin, atau status
sosial.

Dan masih menurut Erwin Arianto, untuk mengatasi rasa minder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

· Hadapi rasa takut, jangan dihindari, karena ini tidak akan berakibat seburuk yang kita kira. Melawan rasa takut akan menambah percaya diri kita. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

لا يَحِلُ لِمُسْلِمٍ اَنْ يَرُوْعَ مُسْلِمًا (رواه ابو داود)

“ tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain ”

· Hargai diri sendiri sebagai Ciptaan Tuhan, bila kita telah berhasil dalam berbuat sesuatu. Menghargai diri sebagai ciptaan Tuhan membuat kita tetap rendah hati walaupun telah diberi kesempatan menikmati banyak kesuksesan. Menghargai diri sebagai ciptaan Tuhan juga dapat membuat kita lebih tegar dalam menyikapi kelemahan kita.

· Kenali diri. Mengenali diri merupakan bagian tersulit dalam proses menghargai diri. Mengenali diri merupakan sebuah proses yang menuntut kejujuran kita dalam melihat dan mengevaluasi diri.

· Atasi kelemahan kita. Hal yang satu ini sering kali sulit kita lakukan. Kita seringkali tidak mau mengakui kelemahan kita. Kita sering kali mengandalkan penilaian orang lain semata terhadap kelemahan kita sendiri tanpa melibatkan orang lain, atau cara pandang yang salah terhadap kesuksesan dan strategi untuk meraih sukses.

· Lupakan kegagalan masa lalu. Biasanya kegagalan juga dapat membuat kita merasa minder /rendah diri, tapi yang harus kita lakukan dari kegagalan belajarlah dari kesalahan itu, tetapi janganlah mengira sesuatu itu salah sebelum ia akan terjadi lagi.

Dan dalam hal ini Ahmad Tafsir menganjurkan bahwa hendaknya dalam mengatasi anak yang punya rasa minder, orang tua atau guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melatih anak itu dengan memberikan tanggung jawab dan memujinya secara wajar.

2. Bantulah mereka agar dapat melakukan sesuatu dengan baik dan bila berhasil berilah penghargaan yang wajar dan tidak pilih kasih dalam memberikan sesuatu, sehingga terwujud keadilan di tengah anak-anak. Sebagaimana hadits Nabi SAW:

سَاوَوْا بَيْنَ اَوْلادِكُمْ فِى الْعَطِيَّةِ ) رواه ابو داود(

“Berlaku adillah terhadap anak-anak kalian dalam suatu pemberian”[8]

3. Ajarkan kepada mereka bahwa nilai manusia sebenarnya ada pada Allah, Allah tidak memandang cacat jasmani tidak mengukur manusia dengan melihat hartanya, tapi Allah melihat sejauhmana ketaqwaan mereka.[9] Maka menjadi tugas kita untuk menyayangi dan memotivasi saudara kita yang kurang dalam segi fisik ataupun saudara kita yang dalam keadaan yatim. Sebagimana sabda Rasulullah SAW:

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُُمُ الرَّحْمنُ اِرْحَمُوْا مَنْ فِى اْلاَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ (رواه ابو داود)

“…….kasihilah mahluk di bumi, niscaya mahluk di langit akan mengasihi kalian”

C. Nilai Tarbawi.

Dari pembahasan hadits di atas dapat kita temukan beberapa nilai tarbawi, diantaranya adalah:

· Sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk mempunyai karakter pantang menyerah dan tidak merasa rendah diri (minder).

· Sebagai calon guru kita harus mengetahui bagaimana ciri-ciri siswa yang punya rasa minder, serta bagaimana mengatasi siswa yang demikian.

· Sebagai (calon) guru, kita juga harus memperhatikan kondisi psikis seorang siswa. Apakah ia termasuk anak yang minder atau tidak?. Dan dengan hal tersebut diharapkan guru bisa membantu perkembangan psikis siswa, karena kondisi psikis sedikit banyak akan mempengaruhi proses belajar mereka.

· Minder adalah sikap yang manusiawi, tetapi menjadi tidak manusiawi lagi ketika kita tidak berusaha untuk menghilangkan sikap dan perasaan minder tersebut.

D. Hadits Pendukung.

Untuk hadits pendukung ini akan kami cantumkan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, yang disampaikan oleh Sayyidah Aisyah Radhiallahu’anha. Yang mana dalam hadits ini Sayyidah Aisyah Radhiallahu’anha memuji sikap para wanita dari kalangan Anshar. Meskipun mereka seorang wanita, tapi meraka tidak malu atau minder dalam mencari ilmu. Dan hadits selengkapnya adalah sebagai berikut:

وَقَالَتْ عَائِشَةُ نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهُنَّ فِي الدِّيْنِ [10]

Aisyah Radhiallahu’anha berkata: “Sebaik-baiknya wanita ialah wanita Anshar, rasa malu mereka tidak mencegah mereka untuk mendalami ilmu”.

----

Setelah kita bisa mengatasi rasa minder, mari kita nikmati rasa percaya diri yang kelak akan mengantarkan kita menjadi manusia yang punya arti di hadapan Allah SWT maupun di hadapan manusia. Dan dengan mengatasi rasa minder maka ini adalah sebuah langkah awal untuk menggapai semua keinginan kita, ubah perasaan rendah diri menjadi perasaan yang membina keyakinan diri.

Kita berhak sukses seperti orang lain. Jangan biarkan perasaan rendah diri menguasai dalam bersaing mencapai keinginan dalam hidup. Pupuklah semangat untuk dapat bersaing di masa depan. Semoga kita semua dapat mengatasi rasa minder untuk dapat terus menggapai mimpi.

Dan untuk kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, maka akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita jika kita mampu menghantarkan anak didik kita menjadi manusia yang penuh percaya diri dalam menghadapi tantangan yang ada di hadapan mereka.

Minggu, 26 April 2015

Percaya Diri

Sesungguhnya agama islam memerintahkan agar berserah diri dan ikhlas kepada Allah SWT. Kita sebagai manusia agar percaya diri dan tidak putus asa untuk terus mencari rahmat Allah.

Banyak manusia yang cepat putus asa bahkan melampiaskanya dengan bunuh diri,atau minum minuman keras,dan hal negatif lainya, hal itu disebabkan karena pemikiranya yang dangkal dan jauh dari nilai – nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kita sebagai manusia wajib ikhtiar, karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya.

Lalu bagaimanakah sebenarnya Konsep percaya diri dalam ajaran Islam itu? Mari kita simak saja selengkapnya seperti berikut di bawah ini.

Optimisme adalah sebuah keyakinan yang akan membawa pada pencapaian hasil. Tidak ada yang bisa diperbuat tanpa harapan dan percaya diri. Seorang yang bermental sebagai seorang pemenang, ia akan memiliki rasa percaya diri, ia bersungguh-sungguh dan yakin akan usahanya tersebut.

Inilah sisi lain dari makna tawakal. Setiap kali ia diterpa oleh badai tantangan, segeralah ia memperbaiki dan dan membenahi diri, melakukan evaluasi lahir bathin seraya melemparkan pertanyaan yang membedah hati nuraninya. Dalam segala hal dia tidak pernah mencari kambing hitam dan tidak ada kamus “pesimis” karena tidak akan menolong dirinya kecuali menambah beban untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya.
Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Tanpa adanya kepercayaan diri maka banyak masalah akan timbul pada manusia. Dengan adanya rasa percaya diri maka seseorang akan mudah bergaul. Menghadapi orang yang lebih tua, lebih pandai maupun lebih kaya, mereka tidak malu mau pun canggung.

Mereka akan berani menampakkan dirinya secara apa adanya, tanpa menonjol-nonjolkan kelebihan serta menutup-nutupi kekurangan. Ini disebabkan orang-orang yang percaya diri telah benar-benar memahami dan mempercayai kondisi dirinya, sehingga telah bisa menerima keadaan dirinya apa adanya.

Alloh SWT berfirman dalan Qs Yusuf ayat 78,Artinya

Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”(Q.S Yusuf: 87)

Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya(pangkal ayat 87). dengan perintah Beliau seperti ini kepada anaknya bertambah nampaklah kepastian dalam hati beliau bahwa mereka masih ada.dan beliau tegaskan lagi “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”[1]

Siapakah orang-orang yang percaya diri dan tidak putus asa itu, dan kepada siapakah yang berhak memberi perintah agar percaya diri dan tidak putus asa tersebut? Perlu kita ketahui bersama bahwa sesungguhnya agama islam memerintahkan kepada kita semua agar kita percaya diri dan tidak putus asa dalam mencari rahmat dan hidayah Allah SWT. Kita sebagai manusia wajib ikhtiar kepada Allah SWT karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya.

Sebagaimana pesan Nabi Yakub As kepada anak-anaknya dalam mencari saudaranya Yusuf serta Bunyamin. Pada ayat tersebut diatas pesan nabi Yakub As bukan saja memerintahkan kepada anak-anaknya untuk terus berharap dan percaya diri serta tidak putus asa dalam mencari saudaranya, tetapi ada pesan kepada kita semua agar percaya diri dan tidak putus asa dalam mencari rahmat Allah SWT.

Kata “Rauh” dari ayat tersebut lebih dalam makna dan takaranya serta lebih banyak kandunganya, didalamnya mengandung naungan tempat beristirahat dari musibah yang mencekik dengan apa yang menghibur jiwa.

Maka dari itu orang-orang yang beriman selalu berhubugan dengan Allah, raga dan bathin mereka selalu disirami dengan ruh Allah yang menghidupkan dan menyemangatinya. Mereka itu tidak pernah putus asa dari rahmat Allah, walaupun mereka diliputi oleh segala musibah yang menghampirinya, karena mereka dalam ketenangan kepercayaan terhadap Allah SWT.

 Dari ayat diatas juga penulis berpendapat bahwa Yakub sebagai orang tua yang tentunya banyak memiliki pengalaman dan kesabaran juga ilmu yang tinggi. Penulis berpendapat bahwa pesan percaya diri dan tidak putus asa bukan saja ditunjukan bagi orang tua kepada anaknya, orang yang lebih tua kepada yang lebih muda tetapi juga pesan yang disampaikan dari orang yang berilmu baik tua ataupun muda.

Kenapa kita harus percaya diri dan tidak putus asa? Tidak banyak orang yang sadar bahwa kehidupan seseorang sangat ditentukan oleh cara berfikirnya. Apabila ia berfikir atau mempunyai gambaran sebagai orang yang penakut dan pesimis, maka gambaran tersebut akan mempengaruhi seluruh potensi dirinya yang ada sebagai seorang yang penakut. Ketakutan dan keputus asaan seseorang dalam mencari rahmat Allah adalah karena ketidak mampuan dan ketidak yakinan orang tersebut dalam menghadapi masalah tersebut.

Firman Allah SWT dalam surat Al- Hijr ayat 52:

Artinya52. Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: “Salaam”. Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu”.

Kata “Wajilun” terambil dari kata “Wajal” yaitu kegoncangan hati akibat menduga akan terjadi sesuatu yang buruk[3]. Pantaslah Allah SWT sendiri berkata “aku menurut prasangkamu”[4]. Apabila kita memiliki prasangka buruk kepada Allah SWT, berarti kita menghinakan diri sendiri dan bersiap untuk menerima keburukan tersebut.

Ajaran islam adalah ajaran yang positif, menghindari segala bentuk negative sehingga harus tertanam pada jiwa kita bahwa alas an apapun yang menggiring kita pada sikap pesimistis adalah bertentangan dengan ajaran islam sendiri.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Hijr ayat 53: artinya :

53. Mereka berkata: “Janganlah kamu merasa takut, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.

Berfikir positif akan memberikan dorongan sikap dan tingkah lakuyang positif pula. Jiwa yang positif tampak bergairah penuh antusiasme dan keberanian yang sangat mendalam, dalam hidupnya tidak ada kata putus asa dan menyerah, karena bagi Allah semuanya mudah, siapa saja yang Allah kehendaki pasti dia akan mendapatkan rahmatNya, oleh karena itu tidak pantas bagi orang yang beriktiar dalam mencari rahmat Allah mempertanyakan apakah usahanya tersebut akan berhasil atau tidak, karena hal tersebut mengandung keputusasaan.

Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 54: Artinya :

Berkata Ibrahim: “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku Telah lanjut, Maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?”

Dan dalam surat Al-Hijr ayat 55, Allah berfirman: Artinya:

Mereka menjawab: “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa”.

Pada ayat 55 tersebut diatas memberikan dorongan kepada kita untuk selalu percaya diri dan tidak merasa putus asa. Bagaimana mungkin kita pesimis dan penakut, apabila sejak awal penciptaan manusia sudah disiapkan untuk menjadi pemenang dan petarung yang hebat. Bukankah dari berjuta-juta sperma yang memancar hanya satu yang berhasil untuk memperebutkan indung telur, dan satu sperma yang berhasil membuahinya itu tidak lain adalah kita! Yakinkan pada diri bahwa kita terlahir untuk menjadi pemenang.

 Termasuk kedalam golongan apakah orang-orang yang tidak percaya diri dan putus asa itu? Sikap percaya diri dan tidak putus asa yang dilandaskan pada iman, menyebabkan segala bentuk tekanan tidak dijadikan sebagai kendala, tetapi sebuah tantangan yang akan membentuk kepribadian dirinya menjadi lebih cemerlang. Sebaliknya orang yang memiliki sikap tidak percaya diri, putus asa, dan pesimis adalah termasuk orang-orang yang putus harapan, fasik dan sesat, serta kufur.

Firman Allah SWT: Artinya:

Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat”.(Q.S Al-Hijr 56)

Juga firman Allah dalam surat Yusuf ayat 87: … Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.

Dan firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 82: Artinya:

Barang siapa yang berpaling sesudah itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Balasan apa yang diterima bagi orang-orang yang percaya diri dan tidak putus asa, serta serta balasan apa pula yang diterima bagi orang-orang yang tidak percaya diri dan putus asa? Ada sebuah peribahasa “Berilah dan engkau akan menerima” [5]. Pernyataan tersebut sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam. Apa yang kita berikan itu pada dasarnya adalah apa yang akan kita terima di masa yang akan datang. Kita begini dan begitu adalah hasil dari pilihan kita sendiri.

Firman Allah SWT dalam surat Az-Zazalah ayat 7-8:  Artinya:

7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

 Semua perbuatan yang kita lakukan didunia akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Sekecil apapun perbuatan kita didunia akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak. Kata Az-Zarrah adalah semut yang terkecil (maksudnya atom)[6] . Begitupun bagi orang yang tawakal, percaya diri dan tidak putus asa dalam mencari ridho Allah, mereka kelak akan menemui tuhanya dan akan mendapatkan balasan yang setimpal yaitu surga. Dan bagi orang –orang yang melanggar perintah Allah akan dibalas dengan siksaan yang pedih.

Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 223:

…dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Apa yang dianugrahkan kepada kita adalah sesuatu yang jelas mendatangkan manfaat bagi kehidupan kita sejak awalnya[7]. Ketahuilah bahwa kelak kita akan menemui tuhanya dan akan membalas perbuatan yang kita lakukan.

Translate