2.1. Deskripsi Teoritis
2.1.1. Hakikat Penjualan
Keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya dinilai berhasil dilihat dari kemampuannya dalam memperoleh laba. Dengan laba yang diperoleh, perusahaan akan dapat mengembangkan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan modal serta dapat mengembangkan dan memperluas bidang usahanya.
Keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya dinilai berhasil dilihat dari kemampuannya dalam memperoleh laba. Dengan laba yang diperoleh, perusahaan akan dapat mengembangkan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan modal serta dapat mengembangkan dan memperluas bidang usahanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan mengandalkan kegiatannya dalam bentuk penjualan, semakin besar volume penjualan semakin besar pula laba yang akan diperoleh perusahaan. Perusahaan pada umumnya mempunyai tiga tujuan dalam penjualan yaitu mencapai volume penjualan, mendapatkan laba tertentu, dan menunjukan pertumbuhan perusahaan.
Menurut Joel G. Siegel dan Joe K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh.
Kurdi, “Penjualan adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman
barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai
barang pertimbangan. Pertimbangan ini dapat dalam benuk tunai peralatan
kas atau harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan,
karena terjadi pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya
diketahui”.
Dalam kegiatan ini penjualan akan melibatkan debitur atau disebut
juga pembeli serta barang-barang atau jasa yang diberikan dan dibayar
oleh debitur tersebut dengan cara tunai ataupun kredit.
Penjualan barang dagang oleh sebuah perusahaan dagang biasanya hanya
disebut “Penjualan”, jumlah transaksi yang terjadi biasanya cukup besar
dibandingkan jenis transaksi lainnya. Dalam menjual barang dagangannya
perusahaan dapat menerapkan tiga metode penjualan yang sering dikenal
yaitu penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan konsinyasi.
2.1.2 Hakikat Penjualan kredit
Kebutuhan manusia yang beraneka ragam dengan itu selalu meningkat,
sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuai yang diinginkannya itu
terbatas. Hal ini menyebabkan memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat
dari cita-citanya. Dalam hal ini ia berusaha, maka untuk meningkatkan
usahanya atau untuk meningkatkan bantuan dalam bentuk pemodalan. Dalam
kehidupan sehari-hari kata kredit bukanlah merupakan perkataan yang
asing bagi masyarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh
masyarakat dikota-kota besar tapi sampai didesa-desapun kata kredit
tersebut sudah sangat populer.
Menurut Soemarso SR, “Penjualan kredit adalah penjualan barang dagang
scara tidak tunai yang dicatat sebagai debit pada perkiraan piutang
dagang dan kredit pada perkiraan penjualan”.
Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya
bahwa penerima kredit (debitur) pada masa yang akan datang akan sanggup
memenuhi segala yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu
dapat berbentuk segala sesuatu yang telah dijanjikan itu berbentuk
sebagai berikut :
- Barang terhadap uang
- Barang terhadap jasa
- Jasa terhadap jasa
- Jasa terhadap barang
- Uang terhadap jasa
Berdasarkan pendapat Thomas Suyatno,dkk. “Dengan diterimanya kontraprestasi pada masa yang akan datang, maka jelas terganbar bahwa kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Disini terlihat pula bahwa faktor waktu merupakan faktor utama yang memisahkan prestasi dan kontraprestasi”.
- Barang terhadap uang
- Barang terhadap jasa
- Jasa terhadap jasa
- Jasa terhadap barang
- Uang terhadap jasa
Berdasarkan pendapat Thomas Suyatno,dkk. “Dengan diterimanya kontraprestasi pada masa yang akan datang, maka jelas terganbar bahwa kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Disini terlihat pula bahwa faktor waktu merupakan faktor utama yang memisahkan prestasi dan kontraprestasi”.
Dengan demikian kredit itu dapat pula berarti bahwa pihak kesatu
memberikan prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak
lain, sedangkan kontraprestasi akan diterima kemudian dalam jangka waktu
tertentu.
Dari pengertian-pengertian kredit diatas maka dapat disimpulkan bahwa
penjualan kredit yaitu penjualan yang pembayarannya dilakukan beberapa
kali yaitu cicilan atau dibayar sekaligus pada waktu jatuh tempo dan
terkadang didahului dengan pembayaran uang muka.
Penjualan dengan kredit akan menimbulkan piutang usaha (Account
Receivable) transaksi tersebut dicatat sebagai debit pada perkiraan
piutang usaha dan kredit pada perkiraan penjualan. Ayat jurnal sebagai
berikut :
Piutang usaha xxx
Penjualan xxx
Piutang usaha xxx
Penjualan xxx
Dan apabila pembayaran diterima dari debitur, mengakibatkan piutang
usaha berkurang atau disebelah kredit sedangkan kas bertambah atau
sebelah debit. Ayat jurnal sebagai berikut :
Kas xxx
Piutang usaha xxx
Kas xxx
Piutang usaha xxx
Transaksi-transaksi tersebut harus berdasarkan suatu dokumen yang
merupakan bukti transaksi yang bersangkutan. Bukti transaksi penjualan
biasanya disebut faktur penjualan (sales invoice). Adakalanya perusahaan
memberikan potongan penjualan kepada pelanggannya, potongan harga yang
diberikan karena pembeli membayar faktur lebih awal, bagi pihak penjual
disebut potongan penjualan. Potongan penjualan tersebut dicatat sebagai
debit pada perkiraan potongan penjualan dan dianggap sebagai pengurangan
terhadap penjualan yang telah dicatat sebelumnya. Ayat jurnal sebagai
berikut :
Kas xxx
Potongan penjualan xxx
Piutang dagang xxx
Kas xxx
Potongan penjualan xxx
Piutang dagang xxx
Sehingga dapat dikatakan untuk dapat meningkatkan penjualan ada
beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan potongan
penjualan kepada pembeli, sehingga diharapkan jumlah penjualan dapat
sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh perusahaan. Pemberian
potongan penjualan juga merupakan motivasi untuk menarik konsumen.
2.1.3. Hakikat potongan penjualan
Berbagai cara dan kebijaksanaan dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan hasil penjualan dan keuntungan perusahaan. Memberikan
Potongan penjualan kepada konsumen merupakan salah satu cara yang
digunakan perusahaan untuk menarik minat konsumen untuk melakukan
transaksi pembelian.
Alasan perusahaan memberikan potongan penjualan diantaranya adalah
merosotnya bagian pasar sebagai akibat makin ketatnya persaingan,
menarik pangsa pasar yang lebih besar (promosi), adanya kelebihan
kapasitas persediaan, adanya barang-barang yang ditarik dari peredaran,
perusahaan sedang kesulitan keuangan sehingga membutuhkan uang kas yang
cepat dan alasan-alasan yang lainnya.
Potongan tunai diberikan kepada pembeli yang membayar hutangnya tepat
waktu dan membayar hutangnya sebelum waktu yang telah ditentukan,
seperti 2/10, n/30 yang berarti bahwa hutang harus dilunasi dalam jangka
waktu 30 hari, namun pembeli akan mendapatkan potongan 2% jika pembeli
melunasi dalam jangka waktu kurang dari atau sampai dengan 10 hari.
Berdasarkan penjelasan diatas, potongan penjualan diberikan dengan
maksud bukan saja sebagai imbalan kepada pembeli, karena pembeli
menyetujui syarat yang ditentukan tetapi sekaligus sebagai daya tarik
dalam persaingan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia : “Potongan penjualan diakui pada
saat pembayaran diterima dalam periode potongan dan dilaporkan dalam
perhitungan laba rugi sebagai pengurang terhadap jumlah penjualan.
Penjualan bersih inilah yang akan diperhitungkan dalam menentukan
besarnya laba atau rugi perusahaan”.
2.1.4. Hakikat piutang usaha
Menurut Donald E Kieso, dan kawan-kawan, “Piutang adalah klaim uang, barang atau jasa kepada pelanggan atau pihak lainnya”.
Menurut Soemarso S.R mengatakan bahwa “Piutang adalah klaim dalam
bentuk uang yang dimiliki perusahaan terhadap seseorang atau perusahaan
yang timbul karena penjualan kredit”.
Sedangkan Muhammad Gade dan Said Khaerul Wasif mendefinisikan bahwa
“Piutang usaha merupakan tagihan perusahaan terhadap badan atau
seseorang akibat adanya penjualan barang dan jasa secara kredit”.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa piutang usaha
adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yaitu badan usaha atau
seseorang yang timbul akibat adanya penjualan barang atau jasa yang
dilakukan secara kredit dan pembayaran dilakukan setelah jangka waktu
yang ditentukan oleh kedua belah pihak.
Masalah umum yang dihadapi perusahaan dalam piutang usaha adalah
sering terjadinya penagihan piutang yang telah jatuh tempo dan tidak
dapat tertagih seluruhnya. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka
waktu yang lama akan menimbulkan kesulitan di kas.
Oleh karena itu, masalah penagihan piutang usaha perlu mendapat
perhatian, agar resiko yang akan timbul dapat dihindari sekecil mungkin.
Manajemen perusahaan harus aktif dalam mengelola penagihan piutang,
agar piutang yang telah jatuh tempo tidak sampai menghambat operasi atau
kegiatan perusahaan.
Manjemen piutang usaha merupakan hal yang sangat penting bagi
perusahaan yang menjual produknya secara kredit. Manajemen piutang usaha
terutama menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang usaha,
pengendalian pembelian, pengumpulan piutang usaha dan evaluasi terhadap
politik kredit yang dijalankan perusahaan.
Piutang pada pihak lain dapat ditagih pada saat piutang usaha
tersebut telah jatuh tempo yang jangka waktunya kurang dari satu tahun
sehingga piutang usaha tersebut termasuk kedalam golongan aktiva lancar.
Semakin lama jangka waktu pelunasan piutang usaha semakin besar
kemungkinan resiko tidak dibayar atau piutang tak tertagih, bahwa ada
kemungkinan piutang usaha itu dihapuskan karena hal-hal yang khusus
seperti debitur yang bangkrut, meninggal dunia, melarikan diri, dan
sebab lainnya. Hal ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan
walaupun ada kemungkinan piutang usaha yang telah dihapuskan tersebut
tanpa diduga-duga dapat diterima pelunasannya.
Menurut Mardiasmo mengatakan bahwa “Piutang adalah Hak untuk menerima
pembayaran dari pihak yang berkewajiban membayar” . Definisi ini
menekankan kepada kewajiban perusahaan lain untuk membayar hutangnya
pada perusahaan yang memberikan piutang, kewajiban ini disebabkan
perusahaan melakukan suatu transaksi perdagangan barang atau jasa secara
kredit sehingga timbul kewajiban membayar hutang dari perusahaan yang
membeli secara kredit.
Terdapatnya jumlah piutang yang besar dalam perusahaan menunjukan
bahwa penjualan kredit atas barang atau jasa yang telah dilakukan juga
dalam jumlah besar, dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan dan
memperbesar laba perusahaan. Namun jumlah piutang belum menjamin bahwa
perusahaan tersebut akan memperoleh laba yang besar karena bisa saja
terjadi bahwa piutang yang jumlahnya besar tidak semuanya dapat tertagih
sehingga perusahaan harus menanggung resikonya.
J. Fred Weston mengemukakan, “Suatu kebijaksanaan kredit perusahaan
yang mencakup empat variabel, yang dapat dikendalikan dan dapat
berpengaruh terhadap piutang yaitu standar kredit, jangka waktu kredit,
potongan tunai (cash discount) dan kebijakan penagihan (collateral
policy)”.
Dengan uraian sebagai berikut :
1. Standar Kredit
Yaitu tingkat resiko maksimum yang masih dapat diterima perusahaan sehubungan dengan kondisi dan kemampuan para langganan kredit. Perusahaan memberikan penjualan kredit hanya terbatas pada langganan terpilih untuk mnghindari kerugian yang mungkin diderita debitur karena debitur tidak sanggup melunasi hutangnya.
1. Standar Kredit
Yaitu tingkat resiko maksimum yang masih dapat diterima perusahaan sehubungan dengan kondisi dan kemampuan para langganan kredit. Perusahaan memberikan penjualan kredit hanya terbatas pada langganan terpilih untuk mnghindari kerugian yang mungkin diderita debitur karena debitur tidak sanggup melunasi hutangnya.
Penilaian resiko kredit didasarkan apa yang dikenal dengan 5C kredit yaitu sebagai berikut :
1) Character (karakter pribadi)
Mengacu pada profitabilitas bahwa pelanggan akan menghormati kewajibannya. Banyak manajer kredit bersikeras bahwa karakter merupakan unsur yang paling penting dari 5C, karakter mencerminkan kejujuran pelanggan dan tanggung jawab moral yang dimiliki pelanggan untuk menghormati utang. Para manajer kredit sering kali mencari informasi mengenai karakter pelanggan dengan menyelidiki suatu komunitas bisnis. Penyelidikan semacam itu biasa dilakukan melalui bankir-bankir local, pengacara kreditur lokal dan bahkan para pesaing.
2) Capacity (kemampuan)
Mengacu kepada kemampuan para pelanggan untuk membayar. Manajer kredit menilai faktor ini dengan mengkaji ulang catatan pembayaran dimasa lalu, pengetahuan umum mengenai bisnis pelanggan dan dengan observasi fisik atau operasi pelanggan.
3) Capital (modal)
Mengacu kepada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya memberikan perhatian khusus pada ukuran solvensi dan likuiditas serta rasio modal kerja dan rasio lancar.
4) Collateral (jaminan)
Mengacu kepada aktiva-aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Institusi atau lembaga keuangan bisanya meminta kolateral atas kredit berjumlah besar, kolateral bisa berbentuk aktiva apapun, seperti tanah, bangunan atau persediaan.
5) Condition (kondisi)
Mengacu kepada trend-trend ekonomi nasional dan regional yang biasa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar, sebagai contoh, selama periode resesi ekonomi manajer kredit biasanya memperketat standar-standar kredit sebagai antisipasi terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk membayar.
2. Potongan tunai (cash discount)
Pemberian potongan tunai dalam potongan penjualan dilakukan apabila pembayaran (pelunasan) dilakukan dengan cepat sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati setelah barang diterima lalu diberikan potongan tunai, disamping itu jangka waktu kredit menjadi lebih pendek disebabkan para pelanggan ingin memanfaatkan potongan yang diberikan.
Mengacu kepada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya memberikan perhatian khusus pada ukuran solvensi dan likuiditas serta rasio modal kerja dan rasio lancar.
4) Collateral (jaminan)
Mengacu kepada aktiva-aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Institusi atau lembaga keuangan bisanya meminta kolateral atas kredit berjumlah besar, kolateral bisa berbentuk aktiva apapun, seperti tanah, bangunan atau persediaan.
5) Condition (kondisi)
Mengacu kepada trend-trend ekonomi nasional dan regional yang biasa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar, sebagai contoh, selama periode resesi ekonomi manajer kredit biasanya memperketat standar-standar kredit sebagai antisipasi terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk membayar.
2. Potongan tunai (cash discount)
Pemberian potongan tunai dalam potongan penjualan dilakukan apabila pembayaran (pelunasan) dilakukan dengan cepat sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati setelah barang diterima lalu diberikan potongan tunai, disamping itu jangka waktu kredit menjadi lebih pendek disebabkan para pelanggan ingin memanfaatkan potongan yang diberikan.
3. Kebijakan penagihan (collateral policy)
Yaitu prosedur yang ditempuh perusahaan untuk mendapatkan pelunasan dari rekening-rekening yang telah jatuh tempo. Penetapan ini diperlukan untuk menghindari makin panjangnya waktu penagihan serta memperkecil kerugian yang langsung diakibatkan tidak tertagihnya piutang atau piutang tak tertagih.
Yaitu prosedur yang ditempuh perusahaan untuk mendapatkan pelunasan dari rekening-rekening yang telah jatuh tempo. Penetapan ini diperlukan untuk menghindari makin panjangnya waktu penagihan serta memperkecil kerugian yang langsung diakibatkan tidak tertagihnya piutang atau piutang tak tertagih.
2.1.5 Hakikat perputaran piutang usaha
Piutang usaha yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan
yang erat dengan penjualan kredit, karena timbulnya piutang disebabkan
oleh penjualan barang atau jasa secara kredit dan hasil penjualan kredit
netto jika dibagi dengan piutang rata-rata merupakan perputaran
piutang.
Salah satu cara yang baik untuk menilai apakah jumlah piutang usaha
itu masih dalam batas kelayakan adalah dengan cara membandingkan
rata-rata jangka waktu penagihan dengan pesaing dalam jenis industri
yang sama atau dengan norma industri. Untuk mengetahui berapa kali
rata-rata penagihan piutang dapat dilihat dari perputaran piutang
(receivable turn over).
Menurut S Hadibroto menyatakan bahwa “Perputaran piutang adalah
hubungan antara penjualan kredit dengan saldo piutang rata-rata. Piutang
rata-rata adalah saldo piutang tiap akhir bulan ditambah dengan sisanya
dibagi menjadi dua”.
Menurut Bambang Riyanto, “Tingkat perputaran piutang dapat diketahui
dengan membagi jumlah penjualan kredit selama periode tertentu dengan
jumlah rata-rata piutang (average receivable)”.
Dari definisi diatas jelas bahwa perputaran piutang itu ditunjukan
oleh suatu angka dimana angka tersebut merupakan indikator berapa kali
piutang itu dapat ditagih selama periode akuntansi. Hal ini dapat
menunjukan tingkat resiko dalam piutang. Semakin tinggi tingkat
perputaran piutang, semakin cepat piutang akan dapat tertagih dan
sebaliknya jika semakin rendah tingkat perputaran piutang, semakin
Menurut Wasif “Perputaran piutang dapat diperoleh dengan cara membagi
penjualan kredit satu tahun dengan saldo piutang rata-rata atau piutang
saja. Jika tidak diperoleh data penjualan kredit maka dapat menggunakan
data penjualan bersih”.
Menurut Rollin Niswonger dan Philip E Fees “Perputaran piutang adalah hubungan antara penjualan kredit dan piutang dagang”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang itu
ditentukan oleh faktor-faktor utama yaitu penjualan kredit dan rata-rata
piutang. Rata-rata piutang dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan
antara piutang awal periode dan piutang akhir periode dibagi dua. Ada
kalanya angka penjualan kredit untuk satu periode tidak diperoleh, maka
yang digunakan sebagai penjualan kredit adalah angka total penjualan.
Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Piutang awal usaha + Piutang akhir usaha
Rata-rata piutang usaha =
2
Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Piutang awal usaha + Piutang akhir usaha
Rata-rata piutang usaha =
2
Penjualan (netto)
Perputaran Piutang usaha =
Rata-rata piutang
Contoh : Penjualan (netto) per tahun adalah sebesar Rp 100.000.000,- piutang awal usaha sebesar Rp 30.000.000,- piutang pada akhir tahun Rp 20.000.000,-.
Jawab :
Rp 30.000.000,- + Rp 20.000.000,-
Rata-rata piutang usaha =
2
= Rp 25.000.000,-
Perputaran Piutang usaha =
Rata-rata piutang
Contoh : Penjualan (netto) per tahun adalah sebesar Rp 100.000.000,- piutang awal usaha sebesar Rp 30.000.000,- piutang pada akhir tahun Rp 20.000.000,-.
Jawab :
Rp 30.000.000,- + Rp 20.000.000,-
Rata-rata piutang usaha =
2
= Rp 25.000.000,-
Rp 100.000.000,-
Perputaran Piutang usaha =
Rp 25.000.000,-
= 4 kali
Jadi, perputaran piutang mengindikasikan 4 kali piutang di tagih selama periode akuntansi.
Perputaran Piutang usaha =
Rp 25.000.000,-
= 4 kali
Jadi, perputaran piutang mengindikasikan 4 kali piutang di tagih selama periode akuntansi.
Tingkat perputaran piutang usaha suatu perusahaan dapat menggambarkan
tingkat efisiensi modal perusahaan karena makin cepat perputaran
piutang berarti makin cepat modal kembali berarti modal yang ditanamkan
dalam piutang akan kecil sehingga dapat menghindari terjadinya over
investment.
Sebaliknya jika perputaran piutangnya rendah berarti modal yang
ditanamkan dalam piutang akan besar atau terjadi over investment dalam
piutang. Dalam hal ini perlu dibatasi dan dianalisis lebih lanjut.
Selain perputaran piutang yang digunakan sebagai indikator terhadap
efisiensi ada atau tidaknya piutang, ada indikator lain yang cukup
penting yaitu jangka waktu rata-rata pengumpulan piutang (averable
collection period).
Menurut S. Munawir “Jangka waktu pengumpulan piutang adalah jangka
yang menunjukan waktu rata-rata yang diperlukan untuk menagih piutang”.
Periode pengumpulan piutang dihitung dengan membagi jumlah hari dalam
satu tahun dengan tingkat perputaran piutang atau ratio antara piutang
rata-rata dikalikan dengan jumlah hari dalam setahun dibagi dengan
penjualan kredit bersih atau dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
360
Periode rata-rata pengumpulan piutang =
Perputaran piutang
360
Periode rata-rata pengumpulan piutang =
Perputaran piutang
Atau,
Piutang rata-rata x 360
Periode rata-rata pengumpulan piutang =
Penjualan kredit
Piutang rata-rata x 360
Periode rata-rata pengumpulan piutang =
Penjualan kredit
Menurut Agus Sartono “Periode pengumpulan piutang yaitu rata-rata
hari yang diperlukan untuk merubah piutang menjadi kas. Biasanya
ditentukan dengan membagi piutang dengan rata-rata penjualan harian. Ada
yang menggunakan piutang rata-rata yang dibagi penjualan kredit, hal
ini dilakukan apabila piutang awal telah sangat berbeda dengan piutang
akhir tahun”.
Piutang x 360
Periode pengumpulan piutang =
Penjualan kredit
Piutang x 360
Periode pengumpulan piutang =
Penjualan kredit
Penjualan kredit
Perputaran piutang =
Rata-rata piutang
Perputaran piutang =
Rata-rata piutang
Periode pengumpulan piutang dapat memberikan tolak ukur mengenai
lamanya waktu piutang dagang yang beredar. Apabila rata-rata jangka
waktu penagihan piutang terlalu lama mungkin hal ini disebabkan
pengendalian piutang yang kurang terkontrol terhadap para debitur, salah
satu cara untuk memeriksa keadaan ini adalah dengan menyusun umur
piutang.
---
DAFTAR PUSTAKA
Agus R. Sartono, Manajemen Keuangan, Yogyakarta, BPFE, 1996.
Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta, Gajah Mada, 1993.
Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta, Gajah Mada, 1993.
Donald E. Kieso, J. Weygand dan Tery Warfield, Akuntansi Intermediate, Terjemahan oleh Herman Wibowo, Jakarta, Erlangga, 2002.
Ikatan Akuntansi Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Rineka Cipta, 2004.
Mardiasmo, Akuntansi Keuangan Dasar, Yogyakarta, BPFE, 1990.
Mardiasmo, Akuntansi Keuangan Dasar, Yogyakarta, BPFE, 1990.
Muhammad. Gade & Said Khaerul Wasif, Akuntansi Keuangan Menengah I, Jakarta, FEUI, 1999.
Munawir, Analisa Laporan Keuangan, Yogyakarta, Liberty, 1995.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Yogyakarta, BPFE, 1999.
Rollin Niswonger & Philip E. Fees, Dasar-dasar Akuntansi, Terjemahan Tj Soemarso, Jakarta, Rineka Cipta, 1992.
S. Hadibroto, Dasar-dasar Pembelanjaan Prusahaan, Jakarta, LP3ES, 1991.
Siegel, Joel G dan Jae K. Shim, Terjemahan Moh Kurdi, Kamus Istilah Akuntansi, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 1999.
Siegel, Joel G dan Jae K. Shim, Terjemahan Moh Kurdi, Kamus Istilah Akuntansi, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 1999.
Soemarso SR, Akuntansi Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 1999.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung , CV. Alfabeta, 2002.
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta, Gramedia, 1991.
Wasif, Manajemen Keuangan Perusahaan, Semarang, Satya Wacana, 1991.
Weston J. Fred, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Terjemahan Alfonsus Sirait, Jakarta, Erlangga, 1997.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung , CV. Alfabeta, 2002.
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta, Gramedia, 1991.
Wasif, Manajemen Keuangan Perusahaan, Semarang, Satya Wacana, 1991.
Weston J. Fred, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Terjemahan Alfonsus Sirait, Jakarta, Erlangga, 1997.
---
Sumber : http://skripsitesisdisertasi.com , di akses tanggal 12-12-2013